ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Topik : 

Keluarga Pertanyakan Sikap Bank NTT Terkait Hak Farida Wannaway

  • Bagikan

Namun demikian hak tersebut belum dibayar. Anehnya lagi, setelah tahun 2018 saat Farida dirumahkan dan tidak bekerja secara permanen tanpa dibayarkan upah maupun gaji serta bonus dan tunjangan, selama tahun 2019 Farida masih tercatat sebagai pegawai Bank NTT yang menerima penghasilan dengan dibuktikan lewat surat Laporan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas nama Farida A Wannaway dengan status Pelaksana Teller Bank NTT sebesar Rp 26.9 juta yang ditandatangani ole Ana Beretarak selaku Kadiv Operasional Bank NTT.

“Aneh, anak saya sudah tidak bekerja pada tahun 2019 tetapi masih dikenakan potongan pajak penghasilan. Pertanyaannya, dimana uang penghasilan yang dipotong itu?, sedangkan anak saya tidak bekerja dan tidak menerima upah,” tanya Samuel Wannaway.

Tekait pemotongan pajak tersebut, Farida Wannaway menegaskan bahwa dirinya tidak lagi menerima upah selama tahun 2019. Bahkan kalaupun ada upah yang dibayarkan, silahkan dicek lewat rekening koran Bank NTT miliknya. Lebih parahnya lagi sampai saat ini rekening Bank NTT miliknya masih diblokir pihak Bank NTT tanpa alasan yang jelas.

Baca Juga :  Menteri Perdagangan Meninjau Dua Pasar Di Kupang

“Silahkan diprint out rekening koran untuk membuktikan hal tersebut bahwa potongan pajak yang dilakukan sudah berdasarkan penghasilan yang dibayarkan. Saya merasa aneh dengan menejemen Bank NTT,” ungkapnya.

Terkait persoalan ini, pihak Bank NTT yang dimintai komentarnya enggan memberikan penjelasan. Kepala Divisi SDM Bank NTT, Sandry Baralay yang dihubungi okenarasi.com untuk dimintai tanggapannya juga tidak memberikan respon hingga berita ini diturunkan.

Farida Akan Laporkan Bank NTT Ke Polisi

Farida A Wannaway kepada wartwan menegaskan akan membawa persoalan ini ke polisi. pasalnya selain haknya sebagai mantan karyawan yang belum diterima berdasarkan surat lampiran PHK Direksi Bank NTT, dirinya merasa dipermalukan oleh Bank NTT Cabang Waingapu dengan disebut sebagai Debitur Non Kooperatif, sambil memajang fotonya di halaman kantor Bank NTT Cabang Waingapu pada Juli 2022 lalu.

Baca Juga :  Larang Manejemen Bank NTT Bertemu DPRD Adalah Provokasi [Part 2]

“Atas dasar apa mereka bilang saya sebagai debitur non kooperatif dengan memajang foto saya?. Ini menghina martabat dan harga diri saya. Untuk itu saya akan bawa persoalan ini ke hadapan hukum untuk mencari keadilan,” ungkapnya.

Terkait predikat Debitur Non Kooperatif, berdasarkan data yang dihimpun media ini, pihak Bank NTT diduga bertindak tanpa dasar aturan. Dimana seluruh kewajiban pembayaraan cicilan kredit Farida A Wannaway selaku mantan karyawan Bank NTT wajib ikut dibebaskan saat dirinya menerima surat PHK dan tidak menjadi karyawan Bank NTT.

Sebab lazimnya berdasarkan aturan di Bank NTT, setiap karyawan yang melakukan kredit atau pinjaman di Bank NTT akan memberikan jaminan berupa upah atau gaji yang diterima tanpa agunan lain. Atas dasar aturan tersebut, pihak Bank NTT lazimnya pula mengambil kebijakan bahwa seluruh kredit yang dilakukan oleh karyawan Bank NTT dijaminkan ke asuransi penjamin kredit seperti Jamkrida maupun Jamkrindo.

Baca Juga :  Presiden: Daging Sapi untuk Jakarta Dipasok dari NTT

Tujuan penjaminan ini untuk melakukan Langkah antisipasi apabila suatu saat karyawan di PHK atau meninggal dunia, sehinga kewajiban untuk membayar cicilan kredit akan bebas. Sehingga proses selanjutnya, pihak Bank NTT hanya melakukan klaim kepada asuransi penjamin kredit atas nama debitur yang bersangkutan. Namun dalam kasus Farida Wannaway, Bank NTT diduga lalai dan lambat melakukan klaim ke Jamkrindo atas jaminan kredit milik Farida Wannaway tersebut. (jeot)

 

 

  • Bagikan