ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Topik : 

Membaca Konstruksi Hukum Putusan Perkara Izhak Eduard Rihi

Reporter : JEFFRY TAOLIN
  • Bagikan

Bagaimana Sikap Para Tergugat?

Para tergugat usai mendapatkan hasil keputusan majelis hakim muncul reaksi beragam. Ada yang menerima bahkan ada juga yang akan melakukan banding sembari menunggu hasil keputusan RUPS Luar Biasa Bank NTT yang diagendakan pada 27 November 2023 mendatang.

Bahkan beberapa orang pemegang saham sudah menyatakan dengan resmi bahwa mereka menerima keputusan pengadilan dan siap melakukan eksekusi putusan tersebut. Pemegang saham tersebut yakni Amos Corputty, Almarhum Ovi Wila Huki dan Almarhum Piet A Talo yang diwakili oleh kuasanya. Bahkan beberapa bupati di NTT sebagai pemegang saham berdasarkan informasi yang kami dapat sudah siap untuk melakukan eksekusi putusan pengadilan tanpa melakukan upaya banding.

Sedangkan sejauh ini pihak yang menolak putusan dan sementara bersiap melakukan upaya banding hanya manejemen PT. Bank NTT selaku turut tergugat. Lewat kuasa hukumnya Apolos Djara Bonga, SH, seperti dikutip dari koranntt.com, menegaskan bahwa pemegang saham siap melakukan banding atas putusan perkara tersebut. link [https://koranntt.com/2023/11/17/pemegang-saham-bank-ntt-resmi-nyatakan-banding-apolos-singgung-status-izhak-rihi/] Judul : “Pemegang Saham Bank NTT Resmi Nyatakan Banding, Apolos Singgung Status Izhak Rihi”

Namun ada sedikit rancu dalam pemberitaan tersebut dimana berdasarkan judul yang menyebut pemegang saham siap banding, pernyataan Apolos Djara Bonga tanpa diikuti penjelasan secara rinci tentang siapa pemegang saham tersebut yang ingin melakukan banding.

Bagi saya, banding adalah hak dari setiap pihak yang tidak mau menerima putusan pengadilan. Tetapi menjadi soal apabila proses banding atau upaya hukum tidak dibicarakan dalam RUPS PT Bank NTT. Hal ini akan menimbulkan kesan tidak etis [ini menurut pendapat saya]. Sebab ada konsekuensi logis akan beban hukum dan biaya yang wajib ditanggung oleh PT Bank NTT apabila menyatakan banding.

Baca Juga :  Amos Corputy, Mantan Dirut Bank NTT : Ada Yang Tidak Layak jadi Calon Direksi Bank NTT

Saat keputusan PN Kupang dibuat dengan menyatakan para tergugat wajib membayar kerugian sebesar Rp 8.4 Miliar tentu bukan nominal uang yang sedikit. Hal ini juga belum diputuskan oleh pihak PT bank NTT bersama pemegang saham terkait mekanisme pembayaran apabila tergugat menerima putusan tersebut.

Apabila proses banding dilakukan dan pihak Pengadilan Tinggi memutuskan untuk menguatkan putusan Pengadilan Negeri sebelumnya bahkan mungkin saja dengan penambahan biaya ganti kerugian yang lebih tinggi, maka siapa yang wajib bertanggung jawab atas keputusan tersebut?

Ingat, uang Rp 8.4 Miliar bukan sedikit apabila kita kaitkan dengan kondisi laba Bank NTT yang terpuruk saat ini. Ingat uang Rp 8.4 Miliar itu bukan uang milik pihak Bank NTT dari asset asli bawaan menjemen Bank NTT, melainkan milik masyarakat dan nasabah NTT yang dititipkan kepada para pemegang saham untuk dikelola oleh pihak bank NTT. Jadi ada pertanggung jawaban etis, sosial dan bisnis akan hal tersebut.

Saran saya, sebelum keputusan banding dibuat sebaiknya pihak pengacara dan manejemen Bank NTT lakukan RUPS untuk meminta pendapat dari seluruh pemegang saham tanpa harus bermain di luar aturan yang bisa menimbulkan dampak hukum di kemudian hari.

Baca Juga :  Trend Meningkat, Bank NTT Waingapu Tambah Modal Pemerintah

Suara Kami Para Nasabah

Sebagai Nasabah Bank NTT dengan status aktif mungkin nominal tabungan saya sangat kecil bahkan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan nominal tabungan dari Dirut Bank NTT, Alex Riwu Kaho, Dirkep Bank NTT, Christofel Adoe, Dir Umum dan IT Bank NTT, Hilarius Minggu, Dir Dana dan Treasury, Yohanis Landu Praing serta Dir Kredit, Paulus Stefen Messakh. Namun kita semua memiliki hak yang sama sebagai nasabah Bank NTT tanpa ada diskriminasi sosial.

Para “Tuan Direksi Yang Terhormat”, kalian dipercayakan untuk kelola uang para nasabah dan pemegang saham dengan amanah dan tanggung jawab. Kalian dipercayakan untuk mengatur uang para pemegang saham dan nasabah untuk menghasilkan keuntungan yang besar dengan resiko bisnis yang kecil. Bahkan kalian dipercaya oleh seluruh rakyat NTT sebagai pihak yang bangga akan kehadiran Bank NTT untuk meningkatkan citra dan dan performa bank ini semakin baik.

Namun melihat persoalan Bank NTT yang akhir-kahir ini terpapar akan resiko hukum, kredit dan resiko bisnis serta kurangnya tata kelola Good Corporate Governance,l yang baik, kami akhirnya pesimis dengan kinerja manajemen saat ini.

Baca Juga :  Dugaan Korupsi SPPD Fiktif Di Balai Sungai Dilidik

Jujur kami sangat bangga dengan posisi kalian para direksi Bank NTT. Saat kalian dipercaya oleh RUPS dengan upah dan gaji fantastis kisaran  Rp 70 hingga Rp 80 juta rupiah per bulan, kami masih menyisakan upah kami sebagian dari Batasan UMR yang diterima untuk ditabung ke Bank NTT.

Namun apa daya, ekspektasi kami terlalu besar saat kinerja kalian tidak sebanding dengan upah yang kalian terima. Harapan kami yang terlalu besar terhadap kinerja kalian tidak sebanding dengan perjuangan sebut saja “Seorang Mama Agatha” janda miskin di Malaka yang masih berjuang untuk mendapatkan fasilitas kredit TPJS tanpa bunga yang kalian banggakan. Namun apa daya pula, bangganya kami tidak berujung pada perbaikan kinerja kalian.

Kami butuh kembalikan kepercayaan kami kepada Bank NTT dengan satu pinta kami, “Tolong Direksi Naikan Laba Dengan Kinerja Bukan Dengan Berbohong Soal Anomali Angka laba 300 Miliar”. Kalau kalian tidak mampu, maka saran saya sebagai nasabah bahkan mungkin para nasabah lain juga. “ Silahkan Mundur Teratur Lebih Baik Atau Teratur Untuk Mundur Juga Lebih Baik”, sembari katakan “ Maaf Para Nasabah Bank NTT, Saya Tidak mampu Bekerja dengan Baik dan Maksimal”.

PENULIS, JEFFRY TAOLIN WARTAWAN & Nasabah Bank NTT

 

 

 

 

 

 

 

 

  • Bagikan