“Kita kan sudah terima keputusan PHK tersebut dalam bentuk SK PHK dengan lampiran yang menyatakan bahwa seluruh hak saya wajib dibayar. Karena sampai sekarang belum dibayar, maka ada unsur sengaja dan lalai dalam melaksanakan SK PHK beserta lampirannya. Hal ini yang jelas menurut kami ada unsur perbuatan melawan hukum,” terangnya.
Berdasarkan copian SK PHK yang diterima oleh okenarasi.com, jumlah hak yang harus dibayarkan oleh pihak Bank NTT kepada Farida Wannaway sebesar Rp 13.9 juta dengan rincian sebagai berikut. Uang penggantian hak perumamahan dan perawatan sebesar Rp 6.6 juta dan uang pisah sebesar Rp 7.3 juta.
Selain uang PHK yang belum diterima dirinya, Farida juga mempertanyakan Laporan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima Farida Tahun 2020. Sebab dalam laporan tersebut, dinyatakan bahwa ada sejumlah penghasilan yang diterima Farida Wannaway pada tahun 2019 yang dikenakan pajak penghasilan. Beberapa item penghasilan tersebut antara, tunjangan Jasa Produksi (Jaspro) sebesar Rp 24.4 juta, uang lembur dan lainnya sebesar Rp 1.3 juta, yang dilaporkan oleh Kadiv Operasional Bank NTT, Ana Bere Tarak 31 Desember 2019.
Namun faktanya, usai menerima Surat Peringatan satu maupun dua di November 2018, praktis selama tahun 2019 dirinya sudah tidak aktif bekerja di Bank NTT. Sehingga segala bentuk upah, gaji dan bonus tidak pernah diterima. Lalu menjadi pertanyaan mendasar, dari mana dasar pembuatan Laporan Potongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut? +++[jegazfok008]
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.