ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Masyarakat NTT Harus Hindari Kekerasan Atas Nama Agama

  • Bagikan

Kupang, fokusnusatenggara.Com / 28 April 2019

Wakil Gubernur NTT, Drs. Josef A. Nae Soi, MM mengajak masyarakat NTT untuk menghindari segala bentuk kekerasan atas nama apapun apalagi atas nama agama. Tunjukan kepada Indonesia dan dunia bahwa dari Nusa Tenggara Timur, kita merajut kebhinekaan tanpa mempertentangkan agama dan ras.

“Saya mengajak kita semua, sama-sama sepaham untuk mengamini bahwa keesan Tuhan adalah wajib hukumnya. Apalagi di bumi Flobamora tercinta ini, sebagai insan ciptaannya saya ajak kita semua untuk melawan segala bentuk kekerasan atas nama apapun, apalagi kekerasan atas nama agama,” harap Josef Nae Soi dalam sambutannya saat membuka kegiatan Seleksi Tilawatil Qur’an (STQ) ke-25 Tingkat Provinsi NTT di halaman Mesjid Raya Nurussa’adah Fontein, Kota Kupang, Jumat malam, 22.00 wita (26/4).

Baca Juga :  Peringatan Hari Perhubungan Nasional Tingkat Provinsi NTT

Menurut Josef Nae Soi, dalam keragaman, masyarakat NTT harus bisa menyadari dirnya sebagai bagian yang utuh, tak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Karena itu harus tetap mengedepankan kelestarian alam sebagai isi kandung Al Qur’an. Kalau Tuhan mau kita semua Islam, Dia cukup mengatakan Kun Fayakun, Islamlah kalian. Begitu juga kalau Tuhan ingin semua Kristen, tinggal bilang Kun Fayakun, jadilahsemua Kristen. Juga kalau dia mau semua keriting dan hitam, pasti jadi. Tapi Tuhan mengatakan, kamu berbeda-beda tetapi satu adanya.

“Saya kira tidak berlebihan bahwa Bapa Bangsa kita Nabi Ibrahim atau Abraham memiliki dua putera. Seorang bernama Ismail dan seorang Isyak. Dari keturunan Ismail lahirlah saudara saya Jamal, Nasir, Ansor dan Makarim. Dari Isyak, lahirlah Josef atau Jusuf, lahirlah Viktor, Maria Magdalena, Yunus dan lain sebagainya. Jadi kita tidak boleh mempertentangkan agama, suku dan ras karena kita lahir dari satu Bapa yakni Nabi Ibrahim atau Abraham. Mari kita tunjukan, bahwa dari NTT, kita merajut kebhinekaan,” tutur Josef Nae Soi.

Baca Juga :  Butuh Rekomondasi Menggali Kembali Nilai Budaya Lamaholot

Lebih lanjut Josef menjelaskan acara STQ harus dimanfaatkan sebagai moment untuk merajut persaudaraan, kebersamaan dan silahturami. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan pendalaman terhadap ayat-ayat suci Al Qur’an agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam masyarakat yang heterogen. Tidak boleh hanya sebagai rutinitas semata. Bukan sekadar konteks tahunan untuk sekdar uji kemampuan baca Al Quran, cari pemenang lalu rayakan dengan gembira.

Baca Juga :  Pelayanan Kesehatan Harus Mendukung Pariwisata NTT

“Saya ingat buku tokoh Muslim yakni Idham Chalid yang bedakan dua toleransi. Yaitu toleransi dogmatis, meyakini kebenaran agama yang kita anut, tidak boleh diganggu gugat oleh siapaun. Tetapi begitu berhadapan dengan saudara kita yang beragama lain lahir toleransi civilius yang merupakan penterjemahan istilah di muslim, Lakhum Lakum Dinukum Waliyadiin, agamamu untukmu, agamaku untukku. Dalam Kristen dikenal prinsip cintailah Tuhan Allahmu dengan segenap hati dan cintailah sesamamu seperti dirimu sendiri,” pungkas Josef dalam kesempatan tersebut.

  • Bagikan