ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

35 KK di Zona Bebas Kantongi Identitas Timor Leste

  • Bagikan

tilesKUPANG,fokusnusatenggara.com– Sebanyak 35 kepala keluarga (KK) yang mendiami zona bebas (status quo) yang tinggal di antara segmen Noelbesi, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan Citrana di Wiayah Oecusi, Negara Timor Leste telah mengantongi identitas sebagai warga negara pecahan Indonesia itu.
Kepala Badan Pengelolaan Daerah Perbatasan (BPDP) Provinsi Nusa Tenggara Timur Paul Manehat di Kupang, Jumat (22/5) mengatakan, selain wilayah Noelbesi, Kabupaten Kupang, NTT dan Citrana di wilayah Oecusi, Timor Leste yang ditetapkan sebagai wilayah status quo, wilayah lain yang memiliki status yang sama juga ada di segmen Naktuka, Amfoang Timur di Kabupaten Kupang.
“Penetapan status quo karena garis batas antara kedua negara itu hingga saat ini belum disepakati, namun pemerintah Timor Leste telah membangun daerah yang dihuni oleh 35 KK dan ke- 35 KK itu sudah mengatongi identitas sebagai warga Negara Timor Leste,” kata Paul.
Dalam waktu dekat akan digelar pertemuan antara Indonesia dan Timor Leste di Dili, Timor Leste untuk membahas Kerjasama Pengaturan Perbatasan atau Joint Border Comite (JBC). Pertemuan itu digelar untuk menyelesaikan sejumlah persoalan yang masih terkatung- katung hingga saat ini, termasuk masalah pembanguan di zona status quo dan 35 KK yang sudah mengatongi identitas sebagai warga negara Timor Leste.
Saat ini tercatat ada 88 kecamatan yang masuk dalam kawasan perbatasan. Dari 88 Kecamatan itu, terdiri dari 61 kecamatan berbatasan dengan wilayah laut dan 27 kecamatan berbatasan dengan wilayah darat.
“Penetapan 88 kecamatan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 179 Tahun 2014 tentang Pembangunan Kawasan Perbatasan yang terdiri dari 12 kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan perbatasan,” jelas Paul.
Daerah yang berbatasan dengan negara tetangga Timor Leste dan yang telah ditetapkan menjadi strategi nasional adalah Kota Atambua, Kefa, dan Alor.
Sebelumnya Pembantu Rektor Bidang Akademik Undana Kupang, David B. W. Pandie mengatakan, masalah yang terjadi wilayah perbatasan dengan Negara Timor Leste adalah kesenjangan sosial mulai dari aspek ekonomi, pembangunan infrastruktur, Perkembangan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
“Dibandingkan dengan masyarakat negara Republik Demokratik Timor Leste, kesejahteraan masyarakat Indonesia di wilayah perbatasan jauh tertinggal, karena kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah,” katanya.
Sementara Wakil Gubernur NTT, Benni Alexander Litelnony menyatakan, daerah perbatasan merupakan manifestasi dari negara Indonesia pada umumnya dan Provinsi NTT khususnya. Batas negara mencakup batas darat, laut dan udara. “Namun selama ini perhatian pemerintah lebih banyak pada batas- batas darat, sementara batas-batas laut kurang diperhatikan sehingga bisa menciptakan persoalan di lapangan terutama berkaitan dengan kekayaan di bawah laut,” kata Litelnoni. (jeje)

Baca Juga :  Sekda Harus Merangkul Dan Berkoordinasi Dengan Semua Pimpinan OPD
  • Bagikan