“Dari situ, kami disuruh tinggal di bekas kandang babi. Dan beta (Saya) pun akhirnya bersama anak 4 orang dan seorang cucu tinggal di kandang babi. Kebetulan katong (Kami) ada babi satu ekor, jadi sekalian dipelihara di bagian bawah. Katong berenam tidur di atasnya,” ceritanya sambil menitihkan air mata.
Tidak hanya itu, keluarga Nenoharan phn melarang dirinya berkebun di tanah yang selama ini sering digarapnya untuk memenuhi kebutuhan hidup. “Beta punya mata pencaharian ini hanya potong bebak (Batang daun lontar), tapi sekarang pun mereka larang. Kebun yang dulu katong biasa tanam, sekarang mereka larang dan saat ini beta hanya menenun saja. Beta juga sudah lapor kepala desa dan camat, tapi sama saja, apalagi kepala desa itu anaknya pak Agus Nenoharan,” ujarnya dengan dialek Kupang.
Dia menambahkan, anak sulungnya sekarang bersekolah dan duduk di kelas 1 SMA. Sementara dua orang anak lainnya masih duduk kelas 6 sekolah dasar (SD), serta yang satunya lagi duduk di kelas 4 SD. Cucunya belham bersekolah karena masih berusia 3 tahun.
Salah seorang tetangganya, Yermin Tade mengaku sangat prihatin dengan kondisi kehidupan Adolfina bersama anak dan cucunya. Dirinya pun ingin membantu membangun rumah untuk keluarga ini, namun dilarang, bahkan diancam oleh keluarga Nenoharan. Mereka pun akhirnya takut untuk membantu.
“Ada sudah membuat kerangka rumah, dan tinggal saja diangkat dan dibangun, namun karena dilarang, akhirnya sampai sekarang kerangka itu sudah lapuk,” jelas dia. (fatur)
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.