ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

CLARA ZETKIN : Ibu Besar Revolusi

  • Bagikan

Zetkin gigih mengkampanyekan isu-isu perempuan, termasuk kesempatan yang sama dan hak memilih dalam pemilu. Semua dituangkannya dalam Die Gleichheit (Equality), koran partai khusus perempuan pertama yang beredar di Jerman, tempat Zetkin menjadi editornya. Dia kemudian bergabung dengan Partai Sosial-Demokratik Independen (USPD) –pecahan dari SPD– yang berhaluan kiri dan mengambil posisi antiperang. Dia juga mendirikan organisasi politik bawah tanah Spartakusbund (Spartacus League) yang kemudian bernama Partai Komunis Jerman (KPD) dan bergabung dengan Komintern (Komunis Internasional) pada 1919.

Aktivitasnya kerap membuatnya jadi buruan. Kawan karibnya, Luxemburg, termasuk yang kena tangkap, disiksa, dan meninggal dunia. Setelah kematian Luxemburg, Zetkin menjadi pemimpin komunis perempuan yang dominan di Jerman. Tanpa kenal lelah dia mendatangi daerah-daerah pertanian dan pabrik-pabrik, berpidato tentang hak-hak perempuan. Padahal saat itu Zetkin mulai lemah dan sakit-sakitan. Usianya nyaris setengah abad.

Menjelang 1920, Zetkin diangkat menjadi pengurus Komintern –kemudian anggota komite eksekutif hingga 1933. Dia juga  mengelola newsletter Die Kommunistin dengan sasaran para perempuan KPD. Posisinya di Komintern membuatnya perhatiannya tersita pada agitasi internasional. Dia membentuk komite perempuan komunis di berbagai negara dan mempertemukan mereka dalam kongres untuk membahas tentang perempuan pekerja dan kesejahteraan sosial bagi ibu-anak.

Baca Juga :  Kali Kedua Kunjungi Flores,  Dira Tome Disebut Sosok Yang Layak Pimpin NTT

Zetkin sering mendiskusikan persoalan perempuan dalam revolusi komunis dengan Lenin, yang tak menampik peranan kaum perempuan dalam Revolusi Rusia. Tak jarang Zetkin berseberangan pendapat dengan Lenin. Di dalam partai, Zetkin gigih mendiskusikan secara terbuka isu-isu kesetaraan. Lenin menegurnya. Bagi Lenin, mendiskusikan isu-isu perempuan tak memberikan kontribusi dalam perjuangan revolusioner. Zetkin menolaknya. Menurutnya, ada kebutuhan bagi perempuan untuk memahami dan menghubungkan penindasan yang terjadi di ruang privat dan publik.

Ide Zetkin, yang kemudian dikenang di seluruh dunia, terjadi pada 8 Maret 1910. Dalam Konferensi Perempuan Sosialis II di Kopenhagen, dia mengusulkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan Internasional untuk mengenang dan mengambil semangat gerakan protes buruh garmen di New York pada 1857 dan 1908. Peserta konferensi sepakat menetapkan tanggal 8 Maret sebagai Hari Perempuan International, dan menuntut hak pilih untuk semua orang sebagai simbol perjuangan. Setahun kemudian, untuk kali pertama peringatan Hari Perempuan Internasional digelar di Jerman, Denmark, Zwiserland, dan Amerika dengan melakukan demonstrasi massal kaum pekerja perempuan.

Baca Juga :  Wow, Pasangan Ini Gelar Resepsi Pernikahan Tanpa Busana

Di Indonesia, di tahun 1950-an dan awal 1960-an, peringatan itu selalu dilakukan, terutama oleh Gerakan Wanita Sedar (Gerwis) yang kemudian berubah menjadi Gerwani.  Pada peringatan tahun 1954, misalnya, seperti dikutip dari Saskia Wieringa, Gerwis menekankan tuntutan hak-hak perempuan dalam perkawinan, perhatian terhadap moralitas, dan masalah feminis lainnya. Pada peringatan tahun 1955 dilakukan aksi perdamaian dan protes terhadap percobaan senjata nuklir dan pendudukan Belanda atas Irian Barat.

Peringatan Hari Perempuan Internasional 1966 tampaknya menjadi yang terakhir di Indonesia. Setidaknya tak terdengar peringatan serupa selama pemerintahan Suharto, yang menggantikan Sukarno dan komunisfobia. Nama Clara Zetkin pun menjadi asing. Di era reformasi, meski gaungnya tak sekuat pada masa Orde Lama, peringatan itu muncul kembali.

Baca Juga :  Begini Perayaan Jumat Agung di Vatikan Tahun ini

Pada 1932, kendati telah berusia 75 tahun, Zetkin sekali lagi terpilih menjadi anggota Parlemen. Sebagai anggota tertua dia berhak membuka sesi pertama Parlemen. Zetkin berpidato panjang dan keras mengecam kebijakan Adolf Hitler dan Partai Nazi. Akibatnya, dia diasingkan ke Moskow. Pada 20 Juni 1993, di pengasingan, di Arkhangelskoye, dekat Moskow, Zetkin wafat dalam usia 76 tahun.

Zetkin, seorang jurnalis, orator, sekaligus pemikir Marxis terkemuka, yang populer dengan slogannya: “Buruh di seluruh dunia, bersatulah!, telah meninggalkan jejaknya untuk perjuangan kaum buruh dan perempuan di dunia. OLEH: LILIK HS/KONTRIBUTOR

Dibaca: 4939 | Dimuat: 9 Maret 2011

Sumber : http://historia.co.id/?d=707

 

  • Bagikan