ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Jalan-Jalan “SAHABAT” Bersama Willy Lay

  • Bagikan

KUPANG,fokusnusatenggara.com- Jumat, 15 Maret 2016, siang itu udara begitu panas. Memang cuaca wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada hari itu lain dari biasanyanya. Biasanya jam 9.00 pagi terik matahari belum begitu menyengat, namun berbeda dengan pagi itu. Sinar matahari yang begitu membakar, memaksa saya dan tamu lainnya harus kipas-kipas walau berada dalam tenda yang begitu besar.

Willy LaySiang itu Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, mengumpulkan beberapa kepala daerah di lokasi budi daya jagung milik Fakultas Pertanian Undana Kupang. Ada Marthen Dira Tome (Bupati Sabu Raijua), Marianus Sae (Bupati Ngada), Gidieon Mbilijora (Bupati Sumba Timur), Stef Bria Seran (Bupati Malaka), dan Willy Lay (Bupati Belu).

Hampir semua bupati menggunakan pakaian dinas harian dengan lambang garuda menempel gagah di bagian dada mereka. Lalu pandangan saya mengarah ke sosok yang saya kenal hampir 16 tahun lalu. Dengan setelan pakaian batik dipadu celana hitam, bahkan tanpa lambang garuda didadanya, asik berbicara dengan beberapa pakar botani Fakultas Pertanian Undana, jauh dari kerumunan bupati lain, yang sibuk malayani sesi foto dengan para mahasiswa.

Baca Juga :  Beasisiwa PIP, Kado Terindah Bagi Anak Panti Sonaf Maneka

Dialah sosok Willy Lay yang masih terlihat sederhana dengan sikap dan gayanya. Bahkan penampilan Willy siang itu jauh dari kesan sebagai seorang bupati. Saya lalu hampiri beliau. Jujur, disini saya sangat kaget dengan sambutan beliau.

Sambil memeluk kemudian merangkul, dia menyapa “ Hai Jeffry, apa kabar?”. Saya seolah bermimpi. Bagaimana bisa sosok bupati dengan kesibukan dia pada saat itu, berjalan menuju saya dan saling memeluk serta jalan berangkul seolah tanpa ada sekat. Sosok sederhana itu masih tetap sederhana seperti 16 tahun lalu saya mengenal dia.

Lalu dalam perjalanan menuju lokasi penggemukan dan pembibitan sapi milik Fakultas Peternakan Undana, kami bercerita banyak walau hanya lima menit. Naluri wartawan saya mulai bekerja. Saya mulai dengan pertayaan standar dan biasa saja. “ Pak Bupati soal miras oplosan yang merenggut nyawa bagaimana sikap pemerintah?”. Pertanyaan ini langsung dijawab dengan tegas “ Kita akan kerja sama dengan pihak berwajib untuk lakukan operasi dan menindak tegas para pelaku pengoplos miras tersebut”.

Lalu pertanyaan saya mulai serius kearah mutasi pejabat eselon II dan III. “ Oh Ya pa bupati, bagiaman soal mutasi, sebab saya mendapat informasi ada yang sudah mulai cemas akan hal ini,?” kali ini saya dapat jawaban cukup bijak dari beliau.

Baca Juga :  Kenangan Niti Susanto Dan Toko Piet

“ Soal mutasi, biarlah baperjakat bekerja untuk menilai kinerja, kapabilitas dan kredibilitas pejabat yang bersangkutan. Saya terima hasilnya saja. Namun pada prinsipnya kita akan tempatkan orang yang benar untuk posisi yang tepat. Bahkan tidak akan ada balas dendam terkait sikap politik beberapa PNS, yang pada pilkada lalu ikut saling dukung dengan paket tertentu. Saya dan pak Ose, prinsipnya kerja buat rakyat belu. soal mutasi kalau memang tidak pantas dan layak masa saya harus paksa untuk duduk di jabatan baru. semangat kami hanya melayani dan bekerja untuk rakyat belu,”.

Sungguh sebuah jawaban bijak dari sosok yang selama massa kampanye dianggap tidak bisa memimpin, kurang cakap berbicara, bahkan ada juga yang menganggap suami Vivi NG ini tidak layak menjadi Bupati Belu.  

Baca Juga :  Jeriko, Sang Penggerak Perubahan

Tapi dari gaya bicara, cara menyapa serta menjawab pertanyaan saya, lagi saya dibuat takjub dengan sosok beliau. Bahkan jawaban beliau soal mutasi tadi, membuat Remigius Asa, Kadis Pertanian dan Jeremias Kali Taek, Kadis Peternakan yang ada dibelakang saya ikut senyum –senyum sambil geleng-geleng.

Kami terus berjalan, bahkan sesekali beliau merangkul saya, layaknya SAHABAT tanpa sekat, SAHABAT tanpa penghianatan dan SAHABAT tanpa saling curiga. Kami hampir sampai pada lokasi pembibitan. Beliau kembali bertanya kepada saya. Kali ini pertanyaan agak pribadi.

  • Bagikan