ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Siapa Dalang Dibalik Skandal Pembelian MTN Bank NTT ?

Reporter : FATUREditor: ADMIN
  • Bagikan

KUPANG,fokusnusatenggara.com- Hampir setahun ini, masyarakat NTT disuguhkan dengan berita soal pembelian Medium Term Notes (MTN) atau Surat Hutang Jangka Menengah PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) senilai Rp 50 miliar, pada Tahun buku 2018. Masyrakat NTT selaku pemilik Bank NTT yang didelegasikan kepada para direksi dibuat penasaran akan kasus ini.

Bahkan dalam diskusi  di masyarakat kecil hingga kalangan pebisnis, pelaku ekonomi dan pengamat di media sosial, mereka serius  membahas soal ini. Jumlah uang Rp. 50 milik masyarakat NTT Raib,  tentu bukan jumlah yang sedikit. Tentu, masyarakat NTT geram akan hal ini.

Namun, pada tahun 2021 pihak Kejaksaan NTT mulai melakukan penyelidikan setelah kasus ini menjadi temuan dari BPK RI Perwakilan NTT. Pihak BPK dalam rekomendasinya, menilai pembelian MTN PT. SNP adalah tindakan keliru tanpa ketelitian dari pihak Bank NTT.

Pihak BPK RI Perwakilan NTT mulai memanggil para pejabat  Bank NTT yang ikut andil bahkan tahu persis soal hal ini untuk dimintai klarifikasi. Ada nama Ati Hayon, Dealer pada Unit Treasury (sudah resign dari Bank NTT), Zet Robaldus Lamu, Mantan Kepala Sub Divisi Domestik dan International, (saat ini menjabat sebagai Kepala Divisi Treasury) serta Alex Riwu Kaho, Mantan Kepala Divisi Treasury (saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Bank NTT).

Baca Juga :  Hingga April Bank NTT Berhasil Himpun Rp. 3.7 Milliar Melalui Simpel

Dalam hasil kalrifikasi tersebut, seperti yang dikutip dari www.wartasasando.com  link : [https://wartasasando.pikiran-rakyat.com/news/pr-2172877406/skandal-pembelian-mtn-rp-50-m-oleh-bank-ntt-ini-keterangan-alex-riwu-kaho-cs-dalam-lhp-bpk], sebagaimana yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 14 Januari 2020. Terdapat beberapa fakta menarik. Antarnya :

Pertama; Pembelian MTN tidak melalui telaah terhadap laporan keuangan audited PT SNP Tahun 2017. Hanya berpatokan peringkatan yang dilakukan oleh Pefindo, tanpa mempertimbangkan catatan pada pers release Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan belum berdasarkan Laporan Keuangan audited PT SNP Tahun 2017, sehingga mitigasi atas risiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik.

Selain itu, PT Bank NTT tidak pertimbangkan kolektibilitas PT SNP pada SLIK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengetahui lebih jauh tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Pembelian ini hanya membandingkan nilai pendapatan yang akan diterima dengan penempatan dana antarbank. Juga hanya berdasarkan pengalaman bahwa pembelian atas produk yang sama sebelumnya pada perusahaan lain, tidak mengalami permasalahan.

Kedua;  PT Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak melakukan pembelian MTN.

Baca Juga :  Bagaimana Status Dirut Bank NTT Usai Kalah Perkara Lawan Izhak Eduard Rihi?

Selain itu, PT Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal lebih jauh atas pengurus/manajemen PT SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT SNP baru terjadi setelah PT SNP mengalami permasalahan gagal bayar.

LHP BPK RI juga menyertakan hasil pemeriksaan internal PT Bank NTT yang dilaksanakan oleh Divisi Pengawasan/SKAI. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa kondisi tersebut disebabkan analisis kelayakan yang kurang mendalam mengenai kondisi penerbit MTN.

Lemahnya analisis dan SOP penempatan dana dalam bentuk surat berharga yang tidak mensyaratkan dilakukan analisis mendalam atas kinerja keuangan, diungkapkan sebagai berikut.

Pertama; Pemilihan perusahaan untuk penempatan dana/pembelian surat berharga belum dipilih secara selektif. Belum membedakan risiko yang melekat pada masing-masing jenis perusahaan, sehingga bank bisa menetapkan beberapa jenis perusahaan yang boleh atau tidak boleh dipilih sebagai objek penempatan dana atau pembelian surat berharga.

Penempatan dana ini merupakan penempatan surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (holdtomaturity), namun tidak diungkapkan dalam telaahan/usulan penempatan dana, sehingga tidak diketahui faktor yang mendasari pemilihan surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo tersebut.

Kedua; Secara keseluruhan pada telaahan usulan pembelian MTN telah menggambarkan adanya surplus likuiditas dan beberapa pertimbangan penempatan dana, seperti struktur MTN, sejarah dan reputasi perusahaan, strategi pemasaran, kegiatan dan prospek usaha, rating MTN, pendapatan bunga yang akan didapat.

Baca Juga :  Bank NTT Dan Jamsostek Bangun Kerja Sama Terkait Penyaluran Kredit Mikro

Dalam telaah/usulan ini belum termuat analisis laporan keuangan secara mendalam, karena hanya mencantumkan data keuangan perusahaan seperti aset, kewajiban, ekuitas, total pendapatan, laba bersih, ROA, ROE, NPL-gross, namun tidak disertai dengan penjelasan analisis laporan keuangan.

Analisis laporan keuangan ini diperlukan agar dapat mengetahui kinerja perusahaan, pendapatan, keamanan investasi dan mengetahui kemampuan perusahaan melunasi utang beserta kupon dengan tepat waktu sehingga kita dapat menilai kelayakan kondisi penerbit MTN.

Ketiga; Telaahan terkesan hanya berpatokan pada rating A- dari Pefindo dan kupon atau bunga MTN yang lebih besar dibandingkan dengan penempatan dana dalam bentuk lain. Sehingga penempatan dana hanya bertujuan untuk mendapatkan pendapatan kupon yang tinggi, tanpa melihat lebih jauh analisis laporan keuangan dan rasio-rasionya, dan tinjauan risikonya, kemungkinan risiko yang akan terjadi, seperti risiko gagal bayar.

Keempat; Pada telaahan usulan pembelian MTN, yang direkomendasikan adalah Seri C dengan nilai pembelian Rp 50 miliar jangka waktu 18 bulan, atau Seri D dengan nilai pembelian Rp 50 miliar jangka waktu 24 bulan.

  • Bagikan